Katib

Foto saya
Malang, Jawa Timur, Indonesia
katib dibesarkan oleh seorang ayah bernama Marzuki Al qomry dan ibu Nurma, di Muara Bungo tepatnya diprov. Jambi. namun tidak dapat dipungkiri bahwa katib berasal dari bedaro, sebuah desa yang jauh dari keramaian kota muara bungo. pada saat ini penulis disibukkan dengan aktivitas adventure mencari dan mengumpulkan ilmu. Dalam proses adventure ini, penulis meminta do'a para sahabat Sah_Qyla, Agar penulis Selalu lurus dalam niat dan dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dengan baik. Amiiin

Kamis, 15 Desember 2011

Asumsi Mabruri

Asumsi
Dalam Penamaan musyrif/ah
Pada Ma’had Al ‘Aly Sunan Ampel

Oleh : Mabruri bin Marzuki Al Qomry


Sangat disayangkan, begitu banyak orang yang tidak tahu apa itu arti namanya, padahal dia sangat tahu nama itu adalah doa dari orang tua, namun dilain hal banyak juga yang ingin mengetahui arti nama pemberian orang tuanya, namun sayang ketika ditanya,  orang tuanya menjawab ; le, jenengmu ora ono artine (nak, namamu gak ada artinya ). Tentu saja berpengaruh pada psikologi anak yang masih dini, ketika ia mengetahui namanya tidak mempunyai arti sedangkan ia tahu bahwa teman-temannya mempunyai arti dari nama-nama mereka.

              Nah,  kali ini penulis tidak membahas masalah arti  makna nama, apalah arti makna nama jika yang SIpunya nama tidak mau mengaplikasikan arti namanya itu sendiri. Namun penulis hanya ingin memberikan sedikit asumsi tentang penamaan musrif/ah  di Ma’had Al ‘Aly Sunan Ampel UIN Maliki Malang, karna dari segi tinjau penulis,  Ma’had al ‘Aly Sunan Ampel adalah  adalah lembaga pendidikan agama non formal yang sering dijadikan contoh oleh ma’had  al ‘Aly lainnya. Sehingga rasanya bagi penulis sangat penting hal ini dibahas. Ops…, tapi penulis hanya membahas tentang judul yang tertera diatas loch, selebihnya kalau datanya mau kongkrit Tanyakan saja langsung sama ma’hadnya.
           Menurut pandangan penulis penamaan Musyrif atau musyrifah didasarkan karena adanya keinginan para pendiri ma’had agar istilah yang berada dilingkungan setingkat Madrasah Aliyah dibedakan dengan universitas, jika seorang santri ingin menjadi mahasantri tinggal dima’had al ‘aly namun istilah pengurus/mudabbir masih tetap ada, tentu saja para mahasantri akan mengingat bahwa pengurus bertugas untuk menghakimi ataupun menganiaya para mahasantri junior. Jadi, pandangan mereka terlalu banyak rasa su’uzdon dengan para mudabbir/mudabbiroh. Sehingga rasa suntuk atau bosan yang mendalam akan terasa sebelum mereka melihat kenyataan dilapangan. Apapun program yang dilayangkan sebelum mereka tinggal dima’had mereka sudah membayangkan lebih dahulu kedepannya apa aktivitas yang diberikan mudabbir/mudabbiroh. Mereka selalu cepat memvonis setiap kegiatan ma’had adalah keuntungan muddabir/mudabbiroh. Jadi penulis menyimpulkan istilah mudabbir itu bagus namun istilah klasik itu membawa kans troma bagi yang dari ma’had sebelumnya, sehingga menimbulkan sisi negative ketika para mahasantri membayangkan mudabbir/mudabbiroh.
       Namun bagaimana dengan istilah musyrif dan musyrifah? kalau di lihat dari makna, musyrif/musyrifah berarti pembimbing. Dari ilmu psikologi seorang mahasantri yang setingkat dengan mahasiswa tentu sangat berbeda pendewasaan. Seorang mahasantri adalah proses pendewasaan menuju pemuda sedangkan Pelajar MA proses pendewasaan menuju remaja. Tentu saja, dalam hal psikologi dari dua variable tersebut berbeda dalam menanganinya. Sehingga kalau dikaitkan dengan istilah pembimbing (musyrif/Musyrifah) tentu saja sangat cocok bagi umur manusia yang beralih menuju pendewasaan menjadi seorang pemuda. 

             Dan jika istilah ini dipakai dima’had al ‘aly akan terkesan bagi para mahasantri bahwa mereka dianggap sudah dewasa, tidak perlu ini itu yang begitu keterlaluan. Mereka cukup dibimbing, diberikan arahan agar mengenal siapa mereka sekarang, selain itu sebaiknya pembimbing/musyrif juga mempunyai kelebihan didalam membimbing para mahasantri, agar sikap istilah musyrif itu betul-betul melekat dihati mereka. Jika seorang musyrif  sama yang dilakukan dengan mudabbir, maka nama mudabbir akan terkesan menjadi nama formalitas sedangkan fungsinya tidak berbeda dengan mudabbir.
                Wallahu a’lam bissowab

Tidak ada komentar: